Review Film Mumun (2022)
Masih ingat dengan sinetron Jadi Pocong tahun 2003 yang tayang di televisi ikan terbang? Kalau ingat seharusnya lo udah nikah awkwk. Sorry-sorry gak ada hubungannya emang.
19 tahun kemudian, pocong Mumun bangkit kembali meneror Jefri dan Husen di layar lebar. Gua sendiri sebenarnya cuma tau sinetron Jadi Pocong dari orang-orang, sama sekali gak pernah nonton sinetronnya. Jadi gua gak begitu merasakan hype atau antusias yang dibangun oleh departemen marketing film ini. Meskipun begitu, film ini menurut gua patut dipertimbangin buat lo tonton.
Mumun (2022) merupakan film horror komedi Indonesia yang disutradarai oleh Rizal Mantovani. Sutradara beken soal dunia perhorroran Indonesia, sebut saja trilogi Kuntilanak, Asih, Rasuk, Jelangkung, dan Rumah Kentang. Film Mumun (2022) dibintangi Acha Septriasa, Dimas Aditia, Vollan Humonggio, dan H. Mandra.
Menceritakan tentang Mumun (Acha Septriasa) yang meninggal dunia karena berurusan dengan debtcollector, Jefri (Vollan Humonggio). Mumun menampakkan diri dan meneror sang penagih hutang, selain itu, pocong Mumun gentayangan karena Husen (H. Mandra) lupa melepas tali pocong Mumun saat almh dikubur.
Semasa hidupnya, Mumun hidup rukun bersama keluarganya. Ia sudah mempunyai calon suami, lelaki beruntung itu adalah Juned (Dimas Aditya). Mumun memiliki adik kandung bernama Mimin yang mana wajah mereka mirip satu sama lain.
Untuk melaksanakan syukuran sebelum Mumun dan Juned menikah, Mimin meminjam uang dengan nilai yang gak sedikit, parahnya Mimin menggunakan identitas Mumun untuk meminjam uang. Hingga jatuh tempo, Mumun terus di tagih atas hutang yang tidak diketahuinya. Sampai akhirnya Mumun meninggal dunia dan menampakkan diri sebagai pocong yang menyeramkan. Meneror Jefri, Husen, dan warga sekitar.
Ulasan ini berisikan spoiler yang mungkin akan mengganggu ketentraman lo (kalau belum) menonton film Mumun (2022).
AWAL FILM YANG MEMBOSANKAN
Selama gua duduk satu jam setengah, sejak awal film sampai pertengahan kerasa membosankan. Perkenalan karakternya menurut gua terlalu bertele-tele. Ada banyak banget karakter yang perlu kita hapal di awal film. Mulai dari Mumun, Mimin, orang tua Mumun, Juned, Husen, Jefri dan anak buahnya, sampai hansip pun ikut andil kita perhatikan keberadaannya. Cerita utamanya baru disuapin saat babak kedua film, ketika adegan Mumun meninggal.
Babak pertama film diisi dengan perkenalan yang dibaluti humor yang kadang kena dan juga meleset ke penonton, komedinya hit and miss gitu. Lawakannya memang tipikal film-film Betawi dan juga panggung lenong dengan ciri khas memainkan olah tubuh atau gestur yang berlebih dan juga ditutup dengan satu punchline yang nyaring bunyinya. Lucu? ya tentu saja lucu, tetapi gak semua orang bisa menikmatinya termasuk gua. Ada banyak kok penonton disamping gua yang tertawa keras.
Jadi, diawal film kita memang benar-benar akan disuapi satu persatu karakter yang harus kita hapal. Tentunya membuat gua sebagai penonton gak perlu mikir begitu keras untuk mengingat peran masing-masing karakter. Terasa membosankan karena sisipan lawakannya yang gagal membuat gua tertawa.
BANYAK ADEGAN REPETITIF YANG NAMBAH DURASI
Saat Mumun meninggal dan dikuburkan, Husen diceritakan lupa mengambil tali pocongnya. Yang mana konon katanya kalau gak diambil, doi bakal gentayangan. Film ini mulai kerasa seru pas adegan itu. Mumun gentayangan, neror Husen dan Jefri. Cuman yang jadi masalah adegannya diulang lagi dengan format yang sama. Filmnya jadi panjang gara-gara adegan repetitif yang kurang kreatif.
Siklusnya gini, Jefri nagih hutang ke Husen atau keluarga Mumun, terus Mumun gentayangan, Husen dan Jefri kabur, besok malamnya Jefri nagih hutang lagi ke mereka, Mumun gentayangan lagi, Husen dan Jefri selamat, besok malamnya balik lagi nagih hutang, Mumun gentayangan lagi cuman bedanya kali ini doi terbang (best moment btw). Gitu terus sampe tali pocong Mumun copot sendiri. Kesel.
FILM ATAU FTV?
Kalau dari kacamata gua sebagai penikmat film, Mumun memberikan sajian visual yang cukup bagus. Bahkan mempunyai karakter warna tersendiri, yakni hijau. Harus diakui, tone warna filmnya solid dan konsisten.
Kadang ada satu adegan yang terlihat seperti adegan-adegan yang ada di FTV. Shot-shot mediokre khas FTV juga ada, tetapi tidak begitu mengganggu kenikmatan sinema experience-nya. Bahkan ada juga kok adegan yang diambil dramatis dengan variasi sudut pandang kamera yang berbeda. Cukup lah menambah nilai estetik pada filmnya.
Menurut gua, hal yang membuat film ini kerasa FTVnya adalah figurannya. Kadang figuran tuh aktingnya melebihi sang aktor dan aktris utama. Dan di film ini keliahatan jelas akting figuran yang heboh dan juga lebay. Imbasnya gua jadi salah fokus, harusnya gua merhatiin karakter utama. Karena ada satu atau dua oknum figuran yang menonjol banget aktingnya, Acha Septriasa jadi terlupakan njir, salah fokus gua.
ACHA SEPTRIASA PENYELAMAT FILM
Luar biasa emang kualitas seni peran yang ditampilkan oleh Acha. Bagaimana tidak, doi jadi tiga karakter sekaligus di film ini. Mumun, Mimin, dan pocong Mumun. Semua karakternya berhasil dia mainkan dengan baik. Doi bisa dibilang berhasil meyakinkan gua kalau doi tuh Mumun dan Mimin. Dan saat menjadi pocong, bukan main. Bikin pangling juga ternyata. Kabarnya doi gak pakai stunt woman dalam memerankan tokoh Pocong Mumun. Hebat. Entahlah, apa jadinya jika film ini tidak ada Acha Septriasa. Sulit dibayangkan.
JUMPSCARE NGESELIN
Bukan horror namanya kalau gak ada adegan jumpscare yang bikin olahraga jantung. Di film Mumun (2022) terbilang cukup banyak adegan lonjakan ketakutan yang tidak terduga. Adegan jumpscare-nya gua perhatiin sepertinya banyak mengambil referensi dari film-film horror luar yang pernah gua lihat sebelumnya (tapi gua lupa judulnya).
Cuman gua sebenernya kesel sama adegan jumpscare di film ini. Selain karena banyak dan bertubi-tubi, juga sound effect dan suara pendukung lainnya yang digunakan menurut gua berlebihan. Suaranya bising, super loud. Selain kaget, telinga juga sakit.
ADEGAN BRUTAL YANG NANGGUNG
Hal yang luar biasa di film ini adalah adegan di akhir film yang mana cukup gore, sadis, mengerikan dan menjijikan. Diluar dugaan gua, gua kira gak ada tuh adegan berdarah-darah sampai mata copot, ternyata ada. Namun sayangnya hanya disajikan di babak final act film. Cukup disayangkan dipertengahan film gak ditonjolin potensi yang sebenarnya bisa buat penonton terpukau.
DRAMA KELUARGA YANG MENGANDUNG BAWANG
Diceritakan Mimin dengan segala kelakuan minusnya. Mulai ngutang pinjol tapi gak dibayar, gak mau tinggal dirumah, sampai bohong ke orang tua kalau doi sebenarnya gak kerja kantoran, doi cuma pelayan kafe, bukan orang yang kerja dibalik meja dengan jas hitam. Otomatis orang tuanya kecewa.
Pada akhirnya Mimin menyesali perbuatannya dan meminta maaf ke orang tuanya. Adegannya dieksekusi dengan bagus, indah dan menyentuh hati. Plus akting Acha yang natural dan luar biasa bagusnya. Sebenanya ini film drama keluarga yang dibalut horror komedi, benar gak? masalah utamanya ini gara-gara Mimin minjem duit pinjol buat keperluan keluarga awkwk.
KESIMPULAN
Sebenarnya film ini ringan untuk dinikmati. Simple ceritanya, lucu-lucu karakternya, nyeremin pocongnya, seru dan menegangkan juga mengharukan. Namun karena penulisan yang kurang kreatif, durasi film yang panjang, dan adegan yang berulang-ulang berpotensi bikin penonton ngantuk dan bosan lalu walkout dari teater studio. Karena saat gua nonton filmnya ada yang walkout di awal film, sinephile banget kayaknya dia haha.
Patut dipertimbangin buat lo tonton. Terlebih bagi lo yang pernah nonton sinetron Jadi Pocong dan ingin nostalgia sedikit dengan Mumun. Karena gua gak nonton sinetronnya, jualan nostalgia difilm ini gak relate ke gua. Sebagai film horror, sajiannya sudah cukup memuaskan buat gua namun sebagai film komedi gua gak begitu puas.
3/5 🌟
Posting Komentar untuk "Review Film Mumun (2022) "
Posting Komentar