Review Film Mass (2021)


Berawal dari daftar film-film terbaik versi Chris Stuckmann dan Mass (2021) merupakan film yang paling ia rekomendasikan. Akhirnya, film Mass (2021) garapan perdana Fran Kranz dapat kita nikmati. Terima kasih untuk KlikFilm telah menyediakan sebuah film yang saya pribadi nanti-nantikan ini. Duh makin cinta deh sama KlikFilm haha.

Anyway, Mass tayang perdana pada 30 Januari 2021 di Festival Film Sundance 2021, lalu beredar di bioskop bulan Oktober 2021. Tidak hanya Chris Stuckmann yang memuji film ini, namun banyak reviewer luar negeri juga senada dengan Chris. Tentunya membuat saya makin penasaran, sebagus itu kah?

Mass (2021) dibintangi oleh Reed Birney, Jason Isaacs, Ann Dowd, Martha Plimpton, Breeda Wool, Kagen Albright, dan Michelle N Carter. Berdurasi 110 menit, film ini berceritakan tentang dua pasangan orang tua yang mengobrol, berdiskusi, dan curhat mengenai tragedi penembakan dan bom bunuh diri di SMA yang sudah terjadi bertahun-tahun lalu dimana putra mereka sekolah disana dan menjadi korban juga pelaku. 

Jay Perry (Jason Isaacs) dan Gail Perry (Martha Plimpton) adalah orang tua korban sedangkan Richard (Reed Birney) dan Linda (Ann Dowd) adalah orang tua pelaku. Mereka sepakat untuk berdiskusi dalam satu meja di ruangan tertutup, secara private di dalam gereja. Lantas apa yang sebenarnya terjadi? dan apakah hubungan mereka akan membaik? berikut ulasannya.

ALUR LAMBAT

Bagi saya yang menonton tanpa persiapan alias tidak melihat trailer filmnya, membuat saya bingung sekaligus penasaran diparuh awal sampai pertengahan film dimulai. Alur filmnya berjalan dengan sangat lambat, namun segi sinematografi yang disajikan tidak begitu monoton. Pengambilan gambar statis namun beragam angle. 

Di awal film, yang ada dibenak saya "ini lagi apa sih? lagi menyiapkan sesuatu kah?" Ternyata disana sedang menyiapkan sebuah ruangan, dengan meja bundar dan empat kursi. Disiapkan untuk dua orang tua yang akan membahas tragedi yang anak mereka alami.

Ketika mereka bertemu, Jay Perry, Gail Perry, Richard dan Linda. Kecanggungan menyelimuti mereka berempat. Hingga Linda memberikan sebuah pot bunga untuk sedikit mencairkan suasana dan obrolan pun dimulai.

ISINYA NGOBROL, TAPI BAGUS

Perasaan saya masih tidak menyangka bahwa film ini yang isi kontennya tidak kemana-mana, hanya ngobrol didalam ruangan, namun dapat membuat serta membangun suasana yang tadinya canggung menjadi serius dan menegangkan. Bahkan emosi jiwa.

Sepanjang film, kita akan menyimak mereka mengobrol, dalam dua perspektif. Dari sudut orang tua korban dan sudut orang tua pelaku. Mungkin kita akan berlabuh kepada sudut orang tua korban, tetapi setelah mendengarkan penjelasan dari orang tua pelaku, nyatanya mereka tidak sesalah dan sehina yang kita pikirkan. Membuat kita mengerti apa yang dirasakan kedua pihak. 

Meskipun kebanyakan ngobrol, sajian film ini tidak terasa membosankan. Departemen sinematografi dan naskah yang matang ditambah akting dari aktor yang maksimal menjadi kunci kesuksesan membangun scene yang dramatis dan tidak membosankan. Banyak angle kamera diambil, setiap sudut wajah disorot, gestur tubuh terlihat dengan luwes dan jelas, menambah komunikasi antara film dengan penonton lebih intens. Dan aktor pun diberi kesempatan untuk beranjak dan berjalan menyusuri ruangan agar tidak gitu-gitu aja. Jadi tidak hanya diam duduk saja, dan itu bagus sekali.

MAIN IMAJINASI

Perlu diketahui tidak ada scene flashback mengenai tragedi penembakan di SMA. Justru kita sendiri yang mendengar dan membayangkan bagaimana peristiwa itu terjadi. Entah apa alasannya, namun saya rasa dengan metode seperti ini terasa lebih realistis ketimbang ditampilkan scene flashback-nya.

Dengan begitu cerita terasa lebih menyedihkan dan rasa empati kita terhadap karakter juga tinggi. Tanpa disadari kita sebagai penonton peduli akan peristiwa itu dan juga para korbannya.

ISU PARENTING

Tragedi penembakan yang terjadi bertahun-tahun lalu masih menjadi misteri mengapa hal itu terjadi, khususnya kepada orang tua pelaku yang tidak menyangka mereka membesarkan seorang pembunuh. (saya sedih mendengar fakta itu)

Orang tua pelaku sering dipojokkan dengan statement bad parenting. Banyak teori bermunculan mulai dari masalah lingkungan pertemanan, bullying, sampai bermain game Call of Duty menjadi pemicu pelaku melakukan aksinya.

Imbasnya kepada orang tua yang tidak becus merawat, mengurus dan mengawasi putranya. Padahal yang terjadi adalah orang tua selalu mendukung kegiatan anaknya baik disekolah dan diluar sekolah. Orang tua selalu bersikap baik kepada anaknya. Orang tua selalu mengorbankan tenaga dan waktunya demi anaknya. Jadi, siapa yang salah?

KESIMPULAN

Semua aktor bekerja dengan kelewat bagus. Akting mereka meyakinkan, detail ekspresi wajah tertangkap jelas dan tidak melupakan memainkan gestur tubuh, gambarnya bagus, baris kalimat enak, tatanan produksi rapih dan naskah yang matang mungkin menjadi alasan film ini tidak membosankan.

Namun saya tekankan menonton film seperti ini memang perlu fokus dan daya tangkap yang tinggi mengingat satu obrolan yang terlewat saja informasi penting bisa saja terlewatkan. Dan besar kemungkinan akan terasa suntuk.

Film ini bukan untuk semua orang, layaknya film 12 Angry Men, The Wall, dan film lainnya yang berlatarkan satu tempat saja. Mass (2021) sangat saya rekomendasikan untuk kalian tonton.

Skor pribadi untuk Mass (2021) 4/5

Posting Komentar untuk "Review Film Mass (2021)"